PANTAI

PANTAI
Ujoeng Kareung _ Meulaboh

Do'a ku

Ya Allah, Lancarkan Rizki bagi pengunjung Blog saya ini...!

My Office

Flamingo Commercial Printing Art. Depan Kampus Universitas Teuku Umar Meulaboh

makalah1212.blogspot.com

Semoga Bermanfaat...!

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Tuesday, 5 January 2016

Ketahanan Pangan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air , baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman.
Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia untuk dapat mempertahankan hidup dan karenanya kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak azazi yang layak dipenuhi. Berdasar kenyataan tersebut masalah pemenuhan kebutuhan pangan bagi seluruh penduduk setiap saat disuatu wilayah menjadi sasaran utama kebijakan pangan bagi pemerintah suatu Negara. Indonesia sebagai Negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan yang sangat kompleks dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduknya. Ketahanan pangan merupakan bagian dari ketahanan ekonomi nasional yang berdampak besar pada seluruh warga Negara yang ada didalam Indonesia. Dalam hal ketahanan pangan, bukan hanya sebagai komoditi yang memiliki fungsi ekonomi, akan tetapi merupakan komoditi yang memiliki fungsi sosial dan politik, baik nasional maupun global. Untuk itulah, ketahanan pangan dapat mempunyai pengaruh yang penting pula agar ketahanan keamanan dapat diciptakan.
1.2              Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?
2.      Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan ?
3.      Strategi dalam Upaya Pembangunan Ketahanan Pangan ?
4.      Sub sistem ketahanan pangan ?
5.      Pengaruh Ketahanan Pangan Terhadap Gizi Kesmas ?
1.3              Tujuan Penulisan
Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah ekologi pangan dan gizi serta untuk menambah pengetahuan dan wawasan tentang adanya Beras Plastik.
1.4               Manfaat Penulisan.
1.      Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan ketahanan pangan?
2.      Untuk mengetahui Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan ?
3.      Untuk mengetahui Strategi dalam Upaya Pembangunan Ketahanan Pangan ?
4.      Untuk mengetahui Sub sistem ketahanan pangan ?
5.      Untuk mengetahui Pengaruh Ketahanan Pangan Terhadap Gizi Kesmas ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1       Definisi Ketahanan Pangan.
Undang-Undang pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenihunya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.
Kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif.
Situasi dimana semua rumah tangga mempunyai aksesbaik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, diaman rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
Keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif .
Berdasarkan definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ketahanan pangan memiliki 5 unsur yang harus dipenuhi :
  1. Berorientasi pada rumah tangga dan individu.
b.      Dimensi waktu setiap saat pangan tersedia dan dapat diakses.
c.       Menekankan pada akses pangan rumah tangga dan individu, baik fisik, ekonomi dan sosial.
d.      Berorientasi pada pemenuhan gizi.
e.       Ditujukan untuk hidup sehat dan produktif.
            Di indonesia sesuai dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah yang tercermin dari : (1) tersedianya pangan secara cukup, baik jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata ; dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebuh di pahamami sebagai berikut:
  1. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein,lemak, vitamindan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.
2.      Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis,kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.
3.      Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
4.      Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
            Ketahanan pangan ialah kondisi dimana setiap individu mampu secara fisik dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup, aman dan bergizi kehidupan yang aktif dan sehat. Pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangkau juga tidak boleh dilupakan .
            Kondisi iklim yang ekstrim diberbagai belahan dunia baru-baru ini secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi ketersediaan pangan. Kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan, banjir serta bencana alam lainnya diberbagai wilayah dunia terutama disentra-sentra produksi pangan, sangat mempengaruhi ketersediaan gandum dan tanaman biji-bijian lainnya yang tentu saja berdampak pada ketersediaan produk pangan tersebut untuk marketing season 2010/2011.

            Menurut FAO jumlah penduduk dunia yang menderita kelaparan pada tahun 2010 mencapai 925 juta orang. Situasi ini diperparah dengan semakin berkurangnya investasi di sektor pertanian yang sudah berlangsung selama 20 tahun terakhir, sementara sektor pertanian penyumbang 70 % dari lapangan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Kekhawatiran akan makin menurunnya kualitas hidup masyarakat, bahaya kelaparan, kekurangan gizi dan akibat-akibat negatif lain dari permasalahan tersebut secara keseluruhan akan menghambat pencapaian goal pertama dari Millennium Develoment Goals (MDGs) yakni eradication of poverty and extreme hunger.
            Bagi Indonesia, masalah ketahanan pangan sangatlah krusial. Pangan merupakan basic human need yang tidak ada substitusinya. Indonesia memandang kebijakan pertanian baik tingkat nasional, regional dan global perlu ditata ulang. Persoalan ketahanan pangan dan pembangunan pertanian harus kembali menjadi fokus dari arus utama global perlu ditata ulang. Persoalan ketahanan pangan dan pembangunan pertanian harus kembali menjadi fokus dari arus utama pembangunan nasional dan global. Oleh karena itu Indonesia mengambil peran aktif dalam menggalang upaya bersama mewujudkan ketahanan pangan global dan regional.
Upaya mengarusutmakan dimensi pembangunan pertanian,ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan Indonesia selaku coordinator G-33 secara aktif mengedepankan isu food security, rural development dan livelihood security sebagai bagian dari hak Negara berkembang untuk melindungi petani kecil dari dampak negative masuknya produk-produk pertanian murah dan bersubsidi dari Negara maju,melalui mekanisme special products dan special safeguard mechanism.
              Sebagai Negara dengan komitmen yang tinggi untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan global, Indonesia juga telah menandatangani Letter of Intent ( Lol ) dengan FAO pada bulan Maret 2009 sebagai bentuk dukungan Indonesia terhadap berbagai program peningkatan ketahanan pangan global dan pembangunan pertanian Negara-negara berkembang lainnya. Terutama dalam kerangka kerjasama selatan-selatan ( south-south cooperation), kerja sama teknis Negara-negara berkembang (KTNB/TCDC) dan pencapaian goal daro MDGs. Penandatanganan Lol ini juga diharapkan akan semakin memperkuat peran Indonesia dalam membantu peningkatan pembangunan pertanian di Negara-negara berkembang, terutama dinegara-negara Asia Pasifik dan Afrika yang telah berjalan sejah tahun 1980.
2.2         Tujuan Pembangunan Ketahanan Pangan.
Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah mencapai ketahanan dalam bidang pangan dalam bidang pangan dalam kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga dari produksi pangan nasional yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, jumlah dan mutu, aman,merata dan terjangkau seperti diamanatkan dalam UU pangan.
2.3       Strategi dalam Upaya Pembangunan Ketahanan Pangan.
Strategi yang dikembangkan dalam upaya pembangunan ketahanan pangan adalah sebagai berikut:
1.      Peningkatan kapasitas produksi pangan nasional secara berkelanjutan (minimum serata dengan laju pertumbuhan penduduk) melalui intensifikasi, ekstenfikasi dan diversivikasi.
2.      Revitalisasi industri hulu produksi pangan ( benih, pupuk, pestisida, dan alat dan mesin pertanian ).
3.      Revitalisasi industri pasca panen dan pengolahan pangan.
4.      Revitalisasi dan restrukturisasi kelembagaan pangan yang ada; koperasi ,UKM dan lumbung desa.
5.      Pengembangan kebijakan yang kondusif untyk terciptanya kemandirian pangan yang melindungi pelaku bisnis pangan dari hulu hingga hilir meliputi penerapan technical barrier for Trade (TBT) pada produk pangan, insentif, alokasi kredit , dan harmonisasi tarif bea masuk , dan pajak resmi dan tak resmi.
           Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja system ekonomi pangan yang terdiri dari subsistem ketersediaan meliputi produksi, pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara kesinambungan. Ketiga subsistem tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan, budaya dan teknologi. Proses ini akan hanya berjalan dengan efisien oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitas pemerintah.
        Partisipasi masyarakat (petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi,pengolahan, distribusi dan pemasaran serta jasa nelayan dibidang pangan. Fasilitas pemerintah diimplementasikan dalam bentuk kebijkan ekonomi makro dan ekonomi di bidang perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
2.4       Subsistem Ketahanan Pangan.
            Subsistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan akses, dan penyerapan pangan merupakan sub system yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu sub system tersebut tidak dipenuhi maka suatu Negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.
1.      Sub Sistem  Ketersediaan (Food availability).
Yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu Negara  baik yang berasal dari produksi sendiri,impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat.
2.      Akses pangan (food access).
Yaitu kemampuan rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangan sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi tergantung pada pendapatan , kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah ( sarana dan prasarana distribusi ), sedangkan akses sosial menyangkut tentang prefensi pangan.
3.      Penyerapan pangan ( food utilization) .
Yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dan penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumah tangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gizi dan pemeliharaan balita. Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat sub-sistem, (!) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, (!!) distribusi pangan yang lancar dan merata, (!!!) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada status gizi masyarakat. (!v) dengan demikian, system ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi, distribusi, dan penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi anggota rumah tangga , terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin. Meski pun secara konseptual pengertian ketahanan pangan meliputi aspek mikro, namun dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering di tekan pada aspek makro yaitu ketersediaan pangan agar aspek mikro tidak terabaikan, maka dalam dokumen ini digunakan istilah ketahanan pangan dan gizi.
            Sub system dari ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan sub system ini berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk baik dari sisi jumlah  kualitas , keragaman maupun keamanan nya. Acuan kulitatif untuk ketersediaan pangan adalah angkat kecukupan gizi (AKG) rekomendasi widyakarya nasional pangan dan gizi VIII tahun 2004, yaitu energy sebesar 2200 kkal/kapita/hari dan protein 57 gram /kapita/ perhari. Acuan untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan adalah pola pangan harapan dengan skor 100 sabagai PPH ideal. Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurun nya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional hal ini disebabkan oleh fakto-faktor teknis dan sosial-ekonomi.
1.      Teknis .
            Berkurangnya area lahan pertanian karena deras nya alih lahan pertanian ke non pertanian seperti industry dan perumahan (laju 1% pertahun). Produktifitas pertanian yang relative rendah dan tidak meningkat. Teknologi produksi yang belum efektif dan efesien infranstruktur pertanian ( irigasi ) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuan nya semakin menurun. Masih tinggi nya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10- 15% )
2.      Sosial ekonomi
Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
Sulitnya mencapai tingkat efesiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani ) dengan lahan produksi yang semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5% /tahun) .

2.5                 Pengaruh Ketahanan Pangan Terhadap Gizi Kesmas
            Pemenuhan kebutuhan pangan bagi setiap individu selalu mendapatkan prioritas perhatian masyarakat dunia baik dinegara maju maupun berkembang. Perhatian atas pangan lebih menemukan semenjak diadakan nya World Food Summit oleh FAO  ( Food and Agriculture Organization) pada tahun 1974 tetapi masih kurang bisa diwujudkan . kemudian pada tahun 1996 di Roma dalam declaration on world food security, FAO baru memberikan tekanan lebih besar mengenai ketahanan pangan bagi setiap orang dan untuk melanjutkan upaya menghilangkan kelapatran di seluruh dunia. Sasaran jangka menengah yang ingin dicapai adalah “ menurunkan jumlah orang yang kekurangan gizi menjadi setengah nya paling lambat 2015”

BAB III
KESIMPULAN
3.1              Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini adalah :Ketahanan pangan ialah kondisi dimana setiap individu maupun secara fisik dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup, aman dan bergizi bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangkau juga tidak boleh dilupakan. Situasi dimana semua rumah tangga mempunyai aksesbaik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, diaman rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.
3.2              Saran.
Secara kelompok kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan atau pun kejanggalan. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan demi kelancaran dalam pembuatan makalah selanjutnya.













Thursday, 9 July 2015

Makalah Penyakit Kusta


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang
Konon penyakit kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM dan telah dikenal oleh peradaban Tiongkok kuno, Mesir kuno, dan India pada 1995 organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan terdapat dua atau tiga juta jiwa yang cacat permanen karena kusta.
Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan kurang perlu dan tidak etis beberapa kelompok penderita masih dapatditemukan dibelahan dunia ,seperti India,dan Vietnam.
Pengobatan yang efektif pada kusta ditemukan pada akhir 1940-an dengan diperkenalkanya dapson dan derivatnya. Bagaimanapun juga bakteri penyebab lepra sertahap menjadi kebal terhadap dapson dan menjadi kian menyebar, hal ini terjadi hingga ditemukan pengobatan multi obat pada awal 1980an dan penyakit inipun mampu ditangani kembali.
Maka dari itu, penulis membuat makalah yang berjudul “Penyakit Kusta (Morbus Hansen) dan Asuhan Keperawatannya” dimaksudkan agar kita selaku tenaga kesehatan mengetahui apa itu penyakit kusta, penularan, bagaimana pencegahannya dan asuhan keperawatannya.

1.2  Tujuan
Makalah ini dibuat dengan tujuan sebagai berikut :
a.       Untuk menjelaskan definisi kusta.
b.      Untuk menjelasakan bagaimanakah klasifikasi kusta.
c.       Untuk menjelasakan bagaimanakah etiologi kusta.
d.      Untuk menjelasakan bagaimanakah patofisiologi kusta.
e.       Untuk menjelasakan bagaimanakah manifestasi klinis kusta.
f.       Untuk menjelaskan bagaimanakah konsep pencegahan kusta.
g.      Untuk menjelasakan bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien kusta.


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Konsep Penyakit Kusta
Definisi
Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (mikobakterium leprae) yang menyerang syaraf tepi, kulit dan jaringan tubuh lainnya. (Depkes RI, 1998)
Kusta merupakan penyakit kronik yang disebabkan oleh infeksi mikobakterium leprae. (Mansjoer Arif, 2000)
Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh mycobacterium lepra yang interseluler obligat, yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit, mukosa mulut, saluran nafas bagian atas, sistem endotelial, mata, otot, tulang, dan testis ( djuanda, 4.1997 )
Kusta adalah penykit menular pada umunya mempengaruhi ulit dan saraf perifer, tetapi mempunyai cakupan maifestasi klinis yang luas ( COC, 2003)

Etiologi
Mikobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluler, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran nafas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat. Masa membelah diri mikobakterium leprae 12-21 hari dan masa tunasnya antara 40 hari-40 tahun. Kuman kusta berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-8 micro, lebar 0,2-0,5 micro biasanya berkelompok dan ada yang disebar satu-satu, hidup dalam sel dan BTA.



2.2  Epidemiologi Penyakit Kusta
Cara-cara penularan penyakit kusta sampai saat ini masih merupakan tanda tanya. Yang diketahui hanya pintu keluar kuman kusta dari tubuh si penderita, yakni selaput lendir hidung. Tetapi ada yang mengatakan bahwa penularan penyakit kusta adalah:
a.    Melalui sekret hidung, basil yang berasal dari sekret hidung penderita yang sudah mengering, diluar masih dapat hidup 2–7 x 24 jam.
b.    Kontak kulit dengan kulit. Syarat-syaratnya adalah harus dibawah umur 15 tahun, keduanya harus ada lesi baik mikoskopis maupun makroskopis, dan adanya kontak yang lama dan berulang-ulang.
Klinis ternyata kontak lama dan berulang-ulang ini bukanlah merupakan faktor yng penting. Banyak hal-hal yang tidak dapat di terangkan mengenai penularan ini sesuai dengan hukum-hukum penularan seperti halnya penyakit-penyaki terinfeksi lainnya.
Menurut Cocrane (1959), terlalu sedikit orang yang tertular penyakit kusta secara kontak kulit dengan kasus-kasus lepra terbuka.
Menurut Ress (1975) dapat ditarik kesimpulan bahwa penularan dan perkembangan penyakit kusta hanya tergantung dari dua hal yakni jumlah atau keganasan Mycrobacterium Leprae dan daya tahan tubuh penderita. Disamping itu faktor-faktor yang berperan dalam penularan ini adalah :
- Usia                                           : Anak-anak lebih peka dari pada orang dewasa
- Jenis kelamin                             : Laki-laki lebih banyak dijangkiti
- Ras                                            : Bangsa Asia dan Afrika lebih banyak dijangkiti


2.3  Konsep Diagnosa
Manifestasi Klinis
Menurut WHO (1995) diagnosa kusta ditegakkan bila terdapat satu dari tanda kardinalberikut: 1)Adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.Lesi kulit dapat tunggal atau multipel biasanya hipopigmentasi tetapi kadang-kadang lesi kemerahan atau berwarna tembaga biasanya berupa: makula, papul, nodul. Kehilangan sensibilitas pada lesi kulit merupakan gambaran khas.Kerusakan saraf terutama saraf tepi, bermanifestasi sebagai kehilangan sensibilitas kulit dan kelemahan otot. 2) BTA positifPada beberapa kasus ditemukan BTA dikerokan jaringan kulit. Penebalan saraf tepi, nyeri tekan, parastesi.

Klasifikasi
No.
Kelainan kulit & hasil pemeriksaan
Pause Basiler
Multiple Basiler
1.
Bercak (makula)
·      jumlah
·      ukuran
·      distribusi

·      konsistensi
·      batas
·      kehilangan rasa pada bercak


·      kehilangan berkemampuan berkeringat,berbulu rontok pada bercak

·      1-5
·      Kecil dan besar
·      Unilateral atau bilateral asimetris
·      Kering dan kasar
·      Tegas
·      Selalu ada dan jelas



·      Bercak tidak berkeringat, ada bulu rontok pada bercak

·      Banyak
·      Kecil-kecil
·      Bilateral, simetris

·      Halus, berkilat
·      Kurang tegas
·      Biasanya tidak jelas, jika ada terjadi pada yang sudah lanjut
·      Bercak masih berkeringat, bulu tidak rontok
2.
Infiltrat
·      Kulit

·      membrana mukosa tersumbat perdarahan dihidung

·      Tidak ada

·      Tidak pernah ada

·      Ada,kadang-kadang tidak ada
·      Ada,kadang-kadang tidak ada
3.
Ciri hidung
”central healing” penyembuhan ditengah
a.punched outlession
b. medarosis
c. ginecomastia
d. hidung pelana
e. suara sengau
4.
Nodulus
Tidak ada
Kadang-kadang ada
5.
Penebalan saraf tepi
Lebih sering terjadi dini, asimetris
Terjadi pada yang lanjut biasanya lebih dari 1 dan simetris
6.
Deformitas cacat
Biasanya asimetris terjadi dini
Terjadi pada stadium lanjut
7.
Apusan
BTA negatif
BTA positif

Dibagi menjadi 2 :
Untuk para petugas kesehatan di lapangan, bentuk klinis penyakit kusta cukup dibedakan atas dua jenis yaitu:
1. Kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)
Merupakan bentuk yang tidak menular.Kelainan kulit berupa bercak keputihan sebesar uang logam atau lebih, jumlahnya biasanya hanya beberapa, sering di pipi, punggung, pantat, paha atau lengan. Bercak tampak kering, perasaan kulit hilang sama sekali, kadang-kadang tepinya meninggi.Pada tipe ini lebih sering didapatkan kelainan urat saraf tepi pada, sering gejala kulit tak begitu menonjol tetapi gangguan saraf lebih jelas.
Komplikasi saraf serta kecacatan relatif lebih sering terjadi dan timbul lebih awal dari pada bentuk basahPemeriksaan bakteriologis sering kali negatif, berarti tidak ditemukan adanya kuman penyebabBentuk ini merupakan yang paling banyak didapatkan di indonesia dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya terhadap kuman kusta cukup tinggi.

2. Kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)
Merupakan bentuk menular karena banyak kuman dapat ditemukan baik di selaput lendir hidung, kulit maupun organ tubuh lainJumlahnya lebih sedikit dibandingkan kusta bentuk kering dan terjadi pada orang yang daya tahan tubuhnya rendah dalam menghadapi kuman kustaKelainan kulit bisa berupa bercak kamarahan, bisa kecil-kecil dan tersebar diseluruh badan ataupun sebagai penebalan kulit yang luas (infiltrat) yang tampak mengkilap dan berminyak. Bila juga sebagai benjolan-benjolan merah sebesar biji jagung yang sebesar di badan, muka dan daun telingaSering disertai rontoknya alis mata, menebalnya cuping telinga dan kadang-kadang terjadi hidung pelana karena rusaknya tulang rawan hidungKecacatan pada bentuk ini umumnya terjadi pada fase lanjut dari perjalanan penyakitPada bentuk yang parah bisa terjadi ”muka singa” (facies leonina).

Diantara kedua bentuk klinis ini, didapatkan bentuk pertengahan atau perbatasan (tipe borderline) yang gejala-gejalanya merupakan peralihan antara keduanya. Bentuk ini dalam pengobatannya dimasukkan jenis kusta basah.

Patogenesis
Setelah mikobakterium leprae masuk kedalam tubuh, perkembangan penyakit kusta bergantung pada kerentanan seseorang. Respon setelah masa tunas dilampaui tergantung pada derajat sistem imunitas seluler (celuler midialet immune) pasien. Kalau sistem imunitas seluler tinggi, penyakit berkembang kearah tuberkoloid dan bila rendah berkembang kearah lepromatosa. Mikobakterium leprae berpredileksi didaerah-daerah yang relatif dingin, yaitu daerah akral dengan vaskularisasi yang sedikit. Derajat penyakit tidak selalu sebanding dengan derajat infeksi karena imun pada tiap pasien berbeda. Gejala klinis lebih sebanding dengan tingkat reaksi seluler dari pada intensitas infeksi oleh karena itu penyakit kusta disebut penyakit imonologik.


2.4  Konsep Pencegahan Penyakit Kusta
v       Pencegahan primer
           Pencegahan primer dapat dilakukan dengan :
           a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006)
           b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum  ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pemberian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda  pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).

v       Pencegahan sekunder 
           Pencegahan sekunder  dapat dilakukan dengan :
a.    Pengobatan pada penderita kusta
Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).

v       Pencegahan tertier
a.       Pencegahan cacat kusta
Pencegahan tersier dilakukan untuk pencegahan cacat kusta pada penderita. Upaya pencegahan cacat terdiri atas (Depkes RI, 2006) :
·           Upaya pencegahan cacat primer meliputi penemuan dini penderita sebelum cacat, pengobatan secara teratur dan penangan reaksi untuk mencegah terjadinya kerusakan fungsi saraf.
·           Upaya pencegahan cacat sekunder meliputi perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan perawatan mata, tangan, atau kaki yang sudah mengalami gangguan fungsi saraf.
b.      Rehabilitasi kusta
Rehabilitasi merupakan proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian diri secara maksimal atas usaha untuk mempersiapkan penderita cacat secara fisik, mental, sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan yang ada padanya. Tujuan rehabilitasi adalah penyandang cacat secara umum dapat dikondisikan sehingga memperoleh kesetaraan, kesempatan dan integrasi sosial dalam masyarakat yang akhirnya mempunyai kualitas hidup yang lebih baik (Depkes RI, 2006). Rehabilitasi terhadap penderita kusta meliputi :
·         Latihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur.
·         Bedah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan.
·         Bedah plastik untuk mengurangi perluasan infeksi.
·         Terapi okupsi (kegiatan hidup sehari-hari) dilakukan bila gerakan normal terbatas pada tangan.
·         Konseling dilakukan untuk mengurangi depresi pada penderita cacat.

2.5  Konsep Terapi
Terapi Medik
Tujuan utama program pemberantasan kusta adalah penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit. Program Multi Drug Therapy (MDT) dengan kombinasi rifampisin, klofazimin, dan DDS dimulai tahun 1981. Program ini bertujuan untuk mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, mengurangi ketidaktaatan pasien, menurunkan angka putus obat, dan mengeliminasi persistensi kuman kusta dalam jaringan.


BAB IV
PENUTUP

4.1  Kesimpulan
a.     Kusta adalah penyakit yang menahun dan disebabkan oleh kuman micobakterium leprae.
b.    Kusta dibagi dalam 2 bentuk,yaitu :
-kusta bentuk kering (tipe tuberkuloid)
-kusta bentuk basah (tipe lepromatosa)
c.     Micobakterium leprae merupakan basil tahan asam (BTA) bersifat obligat intraseluller, menyerang saraf perifer, kulit dan organ lain seperti mukosa saluran napas bagian atas, hati, sumsum tulang kecuali susunan saraf pusat.
d.    Micobakterium leprae masuk kedalam tubuh manusia, jika orang tersebut memiliki respon imunitas yang tinggi maka kusta akan lebih mengarah pada tuberkuloid, namun jika respon imunitas dari tubuh orang tersebut rendah maka kusta akan lebih mengarah pada lepromatosa.
e.    Manifestasi klinik dari penderita kusta adalah adanya lesi kulit yang khas dan kehilangan sensibilitas.
f.     Penularan penyakit kusta sampai saat ini hanya diketahui melalui pintu keluar kuman kusta yaitu: melalui sekret hidung dan kontak langsung dengan kulit penderita. Selain itu ada faktor-faktor lain yang berperan dalam penularan ini diantaranya: usia, jenis kelamin, ras, kesadaran sosial dan lingkungan.
4.2     Saran
·         Untuk menanggulangi penyebaran penyakit kusta, hendaknya pemerintah mengadakan suatu program pemberantasan kusta yang mempunyai tujuan sebagai penyembuhan pasien kusta dan mencegah timbulnya cacat serta memutuskan mata rantai penularan dari pasien kusta terutama tipe yang menular kepada orang lain untuk menurunkan insiden penyakit.
·         Hendaknya masyarakat yang tinggal didaerah yang endemi akan kusta diberikan penyuluhan tentang, cara menghindari, mencegah, dan mengetahui gejala dini pada kusta untuk mempermudah pengobatanya.

·         Karena di dunia kasus penderita kusta juga masih tergolong tinggi maka perlu diadakanya penelitian tentang penanggulangan penyakit kusta yang efektif